Senin, 31 Oktober 2011

“ Sepotong Sajak dalam Terik Lepas “

Dari manakah datangnya kebahagiaan itu
Yang dengannya kita dapat tersenyum puas...
Sedang kesedihan selalu menguntit dari belakang
Tanpa ada sebuah persetujuan...

Akukah manusia lantang itu?
Yang dengan percaya diri mengibarkan bendera lidah tak bertepi
Akukah manusia diktator itu?
Yang dengan bangga menyalahgunakan kekuasaan semu
Akukah manusia angkuh itu?
Yang dengan santai mempermainkan nafas usiaku

Tak ada yang bisa menjadi sempurna
Namun, ketulusan hati akan bisa mengantarnya pada gerbang kesempurnaan
Dengan bekal kesungguhan tekad...
Paling tidak, mampu menghajatkan sepenggal rasa optimisme
Sebuah gelar yang menjadikan manusia terlihat terhormat

Tertawa bukanlah tolak ukur kebahagiaan seseorang
Ia hanya wakil dari pelampiasan suasana
Bahkan terkadang air mata dapat menduduki kepuasan batin itu
Ia-kah karena sebuah subyektivitas belaka?
Kebahagiaan sejati hanya akan hadir dari jiwa-jiwa tenang
Yang dapat ditemukan dari hati yang sejuk
Yang paham dan bijak dalam menyikapi realita

Mantiq, Oktober’08

Sabtu, 29 Oktober 2011

Karena Tuhan Mencintai Kita

Mungkin kita pernah berpikir bahwa inilah bentuk cinta Tuhan, ketika Dia menganugerahkan kebahagiaan sehingga kita mampu tersenyum lepas..
Dengan mudahnya kita bersyukur..
Dan ketika Dia sedang menyuguhkan kita tentang sepenggal kisah yang membuat kita bersedih, menangis, marah, kecewa, futur, lemah, lelah, dan hilang arah..
Percayalah..
Itu juga adalah sebuah cinta-Nya dalam bentuk lain..
Karena Ia tetap memperhatikan kita..
Karena Ia begitu mencintai kita sehingga Ia langsung menegur kita..
Karena Ia ingin kita menjadi pribadi lebih kuat lagi sehingga Dia mencambuk kita..
Bukankah seekor kuda akan lebih cepat berlari ketika mendapat cambukan yang lebih keras dari kusirnya?

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, "Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."
(Al Ankabut: 2-3)

Tuhan membatasi kita dengan hati kita.
Itulah mengapa kadang bisa saja kita tidak mengenali diri kita.
Seakan kita adalah sosok asing bagi diri kita sendiri.
Lantas, kemana kita akan berlari?
Dan Tuhan selalu setia membuka pelukanNya untuk kita kembali..

Apa kisah kita adalah sebuah kebetulan yang tanpa sebab akibat datangnya?
Tidak.
Jika ada kata kebetulan, lantas kemanakah keberadaan Tuhan?
Bukankah semua ketetapanNya tak berlalu sia-sia?
Begitu pula tidaklah Ia menghadirkan kita di dunia ini melainkan dengan tujuan tertentu.
Ini semua adalah cara Tuhan mendidik kita.
Karena Ia mencintai kita.

Adalah bentuk rahmatNya sehingga hati kita bisa menerima kebaikan..
Karena bisa saja Ia mengunci mati hati kita sehingga hati kita begitu keras.

Dan apakah sebuah kebetulan juga jika kita dikenalkan dengan manusia-manusia dengan berjuta-juta watak dan karakternya?
Kadang baik, menjengkelkan, munafik, kadang ternyata (menurut subjektif kita) adalah berperangai buruk.

"Ya Alloh sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan wataknya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatannya dan kejahatan wataknya."
(HR. Bukhari, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Saya jadi teringat tentang sebuah file kiriman dari seorang teman.
"Apakah di dunia ini ada orang jahat?
Orang jahat ada karena ia tak menyadari keberadaan Tuhan."

Dan setiap manusia, Tuhan menetapkan akan perannya yang berbeda-beda.
Pun untuk kisah-kisah yang berbeda sesuai dengan kadar kemampuan kita.
Tak ada yang meleset.
Tak ada yang kebetulan.
Tak ada yang sia-sia jika kita mampu menerjemahkan dalam sudut pandang yang lain.
Untuk kisah-kisah yang mengecewakan, mungkin kita tidak bisa mengubahnya kembali seperti yang kita inginkan. Tetapi kita bisa merancang masa depan yang begitu indah.

Lantas, apakah kita tidak boleh menangis? Menyesal? Marah?
Boleh. Itu adalah fitrah.
Tapi, air mata bukanlah bentuk kecengengan kan?

Setiap manusia punya peluang yang sama.
Peluang untuk jatuh.
Entah sealim apapun ia.
Karena tidak semua orang baik itu benar.
Pun setiap mereka punya cara-cara tersendiri untuk mengungkapkan, menanggapi, menyelesaikan, untuk kemudian tersenyum kembali. Mengumpulkan kekuatannya lagi untuk mengejar mimpi dan harapannya.

" Sebab, pohon kebesaran suatu umat hanya dapat tumbuh di taman sejarah yang disirami air mata kesedihan dan darah pengorbanan."
(M. Anis Matta)

Inilah universitas kehidupan.
Dan kita sedang duduk di salah satu bangku ruangnya.
Mereka, orang-orang yang Ia kenalkan pada kita adalah dosen-dosen pengajar kita.
Dan tidak semua ilmu yang mereka ajarkan itu benar.
Bukan orangnya yang salah, tapi apa yang dalam pikirannya.

Tuhanku, ampuni kami.
Kami berlindung kepadaMu dari orang-orang yang dzolim dan dari kedzoliman diri kami sendiri.

Ruang Tamu, 190711